Minggu, 05 Agustus 2012

situs gunung padang

Gunung Padang, Situs Prasejarah Terbesar?
Tim Arkeologi menemukan sisa pembakaran yang berasal dari 500 SM.
Tim arkeologi melakukan ekskavasi di Gunung Padang
Bayu Galih, Elin Yunita Kristanti, Amal Nur Ngazis | Jum'at, 3 Agustus 2012, 20:17 WIB
VIVAnews - Tim Terpadu Penelitian Mandiri Gunung Padang menduga ada lapisan budaya baru yang
beraktivitas di punden berundak yang berasal dari masa Megalitik. Dugaan ini muncul setelah Tim
Arkeologi menemukan sisa pembakaran yang berasal dari 500 SM di situs itu.
Para pakar mendapati temuan menarik dari hasil ekskavasi di sebelah selatan teras 5, yang menjadi
puncak punden berundak Gunung Padang. Terlihat adanya lapisan tanah yang menghitam di
kedalaman 66 cm.
"Dari atas hingga kedalaman sekitar 60 cm itu tanah merah. Kemudian ditemukan lapisan tanah yang
berwarna hitam di kedalaman 66 cm," kata Koordinator Tim Arkeologi, Ali Akbar, saat berdiskusi
dengan VIVAnews.
Di lapisan tanah ini didapati sisa-sisa pembakaran, yang memperlihatkan adanya aktivitas manusia.
Tim kemudian mengambil sampel lapisan tanah yang berwarna hitam itu, dan melakukan carbon
dating.
"Diduga ada aktivitas manusia di kedalaman 66 cm, yang usianya 2.450 BP (Before Present) atau
sekitar 500 SM," kata Ali.
Meski begitu, Tim Arkeologi masih belum bisa menjelaskan apa persisnya aktivitas manusia itu. Juga,
belum diketahui korelasi antara temuan sisa pembakaran dengan fungsi punden berundak Gunung
Padang, yang untuk saat ini masih diyakini para arkeolog merupakan tempat pemujaan.
Selain itu, dari ekskavasi di sebelah selatan teras 5, Tim juga menemukan berbagai batuan, seperti
urukan. Tim menduga itu hasil urukan oleh manusia. Meski begitu, apa tujuannya, belum diketahui.
"Dugaan sementara kami, ini hanya untuk menyeimbangkan bangunan. Karena orientasi Gunung
Padang ini menghadap Gunung Gede, jadi agak miring dari kontur tanahnya," Ali melanjutkan.
Situs multi-komponen
Temuan ini kembali memperkuat dugaan Gunung Padang sebagai multi-component site, atau situs
yang digunakan oleh lebih dari satu kebudayaan. Sebelumnya, dari hasil pengeboran yang dilakukan
Tim Geologi, diperkirakan pernah ada dua lapisan kebudayaan di Gunung Padang.
Yang pertama, hasil carbon dating di teras 3 memperlihatkan indikasi ada aktivitas kebudayaan yang
berasal dari 4.700 SM. Kedua, dari hasil carbon dating di teras 5, pada kedalaman 8 hingga 10 meter,
hasilnya menunjukkan dari 10.000 SM.
Ali Akbar menjelaskan adanya berbagai lapisan budaya merupakan hal yang biasa ditemukan dalam
penelitian arkeologi. Sebagai contoh, Ali mencontohkan temuan adanya lapisan budaya saat
pembuatan terowongan menuju Terminal Transjakarta di depan Stasiun Kota, Jakarta.
"Di lapisan atas ada aspal, kemudian ada bekas jalanan lain yang lebih tua. Di bawahnya ada bekas rel
trem yang pernah beroperasi. Kemudian di bawahnya, ada lagi struktur bangunan yang diduga
benteng Kota Batavia," ujar dosen arkeologi Universitas Indonesia ini.
Dari sudut pandang arkeologi, Ali mengaku Tim masih belum bisa membuktikan bahwa usia 10.000 SM
itu sebagai lapisan budaya atau lapisan geografi. "Arkeologi baru bisa membicarakan apa yang ada di
atas, apa yang terlihat, belum bicara apa yang ada di lapisan bawah," ucapnya.
Meski begitu, dari sudut pandang geologi, usia 10.000 SM di kedalaman 8-10 meter terbilang muda.
Sebab, jika Gunung Padang terbentuk secara alamiah, situs ini bisa berusia jutaan tahun.
Berdasarkan perbandingan struktur bangunan Gunung Padang dengan temuan megalitik lain--seperti
di Pasir Angin, Lebak Cibadak, atau Pugung Raharjo--sebagian besar arkeolog percaya Gunung Padang
berasal dari periode Megalitik antara 2.500 SM hingga 1.500 SM.
Prasejarah termegah
Secara garis besar, Ali Akbar mengatakan penelitian ini berhasil menarik kesimpulan bahwa punden
berundak Gunung Padang adalah sebuah bangunan yang megah dan luas. Jika sebelumnya area situs
Gunung Padang diperkirakan hanya sebatas dari tangga bawah hingga lima teras di atasnya,
penelitian ini memperlihatkan bahwa Gunung Padang merupakan sebuah bangunan besar yang
dikelilingi terasering. Luasnya mencapai hampir 15 hektar dengan tinggi sekitar 100 meter. Ini sama
dengan 10 kali luas Borobudur.
Teknologi pembuatan teraseringnya pun terbilang maju, karena dapat mencegah longsornya
bangunan. Menariknya, terasering yang ada di Gunung Padang serupa dengan Machu Picchu. Ini
tentu istimewa, sebab Machu Picchu dibangun bangsa Inca sekitar abad 15 Masehi, sedangkan
Gunung Padang diperkirakan dibangun pada periode Megalitik di masa prasejarah.
Ali mengatakan Gunung Padang bahkan berpotensi menjadi bangunan prasejarah terbesar di dunia.
Sebagai perbandingan, di sebagian besar situs megalitik di wilayah lain, terutama Eropa, umumnya
hanya terdiri dari temuan-temuan yang terpisah. Temuan menhir atau sarkofagus biasanya tersebar
di suatu kompleks besar, tapi tidak berada dalam satu bangunan.
Sedangkan di Gunung Padang, semua merupakan satu unit kompleks bangunan. Di dalamnya juga
ditemukan berbagai menhir dan teras, yang diduga para ahli digunakan untuk tempat pemujaan.
"Prospek ini menjadi bangunan prasejarah terbesar di dunia, sangatlah besar. Ada yang
memperkirakan situs ini bisa berasal dari 500 SM. Tapi, menurut perkiraan kami, Gunung Padang
berasal dari usia yang lebih tua," ucapnya. (kd)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar