Selasa, 03 Juli 2012

SITUS GUNUNG PADANG?

Antox Rocked Trusher Part II
Menyingkap Isi Gunung Padang
Diduga lebih besar dari Borobudur. Di dalamnya ada
ruang besar?
Like
Situs megalitikum Gunung Padang di Cianjur
Elin Yunita Kristanti, Amal Nur Ngazis, Permadi
(Sukabumi) | Jum'at, 29 Juni 2012, 20:13 WIB
VIVAnews – Seorang ayah dan anak lelakinya berjalan hati-
hati di punggung Gunung Padang. Bukit setinggi lebih dari
800 meter di Desa Karyamukti, Cianjur itu sarat pepohonan
besar dan batuan purba raksasa. Mata mereka tajam
melihat sekeliling. Telinga menyimak suara, antara desiran
angin dan dengung lebah liar.
Mata si bocah menangkap kerubungan tawon di kejauhan.
Nalurinya sebagai pencari madu terpancing. Dia berlari
mengikuti arah binatang itu terbang, menuju sebuah gua di
lereng bukit sebelah timur. Liang itu beratap batu,
dindingnya disusun dari menhir panjang.
Menduga di sanalah lebah bersarang, si bocah nekat masuk
ke dalam gua yang gelap. Tak sampai dua meter melangkah,
tiba-tiba sepasang tangan ayahnya menariknya ke luar.
“Jangan masuk, ada ular,” kata sang ayah panik. Nafasnya
tersenggal.
Setelah menjauh, sang ayah berkisah liang itu adalah lorong
keramat, kawah Gunung Padang. Konon di dalamnya ada
ruangan berisi harta karun yang dijaga ular besar. “Orang
yang masuk ke sana tidak akan pernah bisa ke luar.” Semua
warga desa tahu cerita itu. Tapi tak satupun berani
melanggar pantangan.
Empat puluh tahun berselang, seorang pria separo baya
menunjuk ke lokasi gua terlarang itu. Ia ingat rute itu: dari
teras bukit pertama lurus, patokannya pohon cempaka tua
yang tak seberapa tinggi, lubang batu itu dekat hamparan
pohon bambu. “Tapi sekarang guanya sudah tidak bisa
dimasuki, tertutup longsoran,” kata dia.
Ia juga ingat, ada batu besar limas di teras pertama bukit,
tapi kini tak lagi tersisa. Hancur tertimpa pohon ditebangi
masyarakat akhir 1970-an lalu. “Sebelumnya di sini hutan,
banyak pohon gede ditebang. Ada mahoni, campuran,” kata
dia.
Pria itu bernama Dadi. Usianya 52 tahun, juru kunci
sekaligus saksi hidup keberadaan lorong batu itu. Ia tak
menyangka pengalaman masa kecilnya, saat ia berusia 12
tahun, menjadi petunjuk penting. Bahkan, itu bisa jadi awal
dari sebuah ekskavasi kolosal menguak peradaban
nusantara yang hilang.
Benarkah celah di dinding batu itu adalah gua?
Kelihatannya, itu juga bukan isapan jempol. Belakangan,
pemindaian georadar dan geolistrik menunjukkan adanya
celah setinggi 4 sampai 5 meter tertimbun tanah, di lokasi
yang ditunjukkan sang kuncen. Diduga itu pintu masuk ke
perut Gunung Padang.
Kamar misterius
Kamis 21 Juni 2012 siang, enam lelaki bekerja keras
membabat tumbuhan liar setinggi dua meter. Hari itu
Kamis, 21 Juni 2012, mereka merapat ke dinding curam bukit
sebelah timur Gunung Padang. Di sisi lain, ada empat lelaki
merangkai peralatan diangkut enam koper hitam. Ada
antena berbentuk huruf T terbalik, diikat tali dan kotak
sensor kecil . Dua antena ini disambung oleh satu kabel
panjang terhubung pada sebuah komputer.
Pada pukul 3 sore, alat itu siap digunakan di jalur yang
sudah bersih dari alang-alang. Dua orang mengangkat dan
menggeser tiang, satu sibuk mengatur panjang pendek
kabel, satu lainnya mencatat. Dilarang keras menyalakan alat
komunikasi saat itu.
Para pria itu adalah tim geolog. Dipimpin Dr Danny Hilman,
dan dibantu sejumlah warga, mereka sibuk melakukan
pemandaian geolistrik. Cara ini bisa melihat anomali dan
struktur di bawah tanah hingga kedalaman 20-30 meter.
“Dari hasil geolistrik terlihat ada struktur menarik.
Kelihatannya bukan struktur geologi alam biasa,” kata Danny
Hilman kepada VIVAnews.
Hamparan batu purba itu pernah memukau sejarawan
Belanda, N.J Krom saat melihatnya di tahun 1914 lalu. Tapi
Tuan Krom waktu itu hanya melihat permukaan belaka.
Struktur lebih spektakuler justru tersimpan di perut bukit,
berupa punden raksasa terkubur --rahasia peradaban yang
menanti ribuan tahun untuk diungkap.
Para ilmuwan yang tergabung dalam Tim Terpadu Penelitian
Mandiri itu kini mencoba membongkar rahasia itu dengan
memakai teknologi, sesuatu yang belum begitu canggih
pada abad ketika Tuan Krom menelitinya.
Dengan teknologi, tim menemukan struktur high resistivity
(batuan keras) berbentuk seperti cekungan atau “cawan
raksasa” di perut Gunung Padang. Posisi cawan ini kira-kira
sekitar 100 meter dari puncak, atau setara level tempat
parkir di permulaan tangga untuk naik ke situs.
Kejutan lain yang membuat para ahli terperangah adalah
penampakan tiga tubuh “very-high resistivity” di bawah
situs. Dalam konteks struktur di sekitarnya, yang paling
mungkin penampakan itu adalah ruang kosong atau
chamber.
Apa fungsi kamar itu belum terjawab.
Danny mengatakan, perlu penelitian lanjutan membongkar
fungsi kamar besar itu. “Belum bisa diketahui karena tidak
ada catatan. Tim tidak ingin berspekulasi sebelum bisa
membukanya,” kata dia.
Apapun itu, naluri keilmuwan tim menuntut rahasia itu
dikuak. “Kami ingin membuka tabir chamber ini. Kami tidak
peduli isinya apa, karena dengan terkuaknya chamber,
apapun misteri akan bisa dipecahkan,” kata ahli gempa LIPI
itu. Selain memperkuat kesimpulan awal, tim juga mencari
jalan masuk ke ruang itu.
Tak sekedar ruang kosong, hasil survei geomagnet
memperlihatkan anomali magnetis yang tinggi di beberapa
lokasi. Salah satunya persis di samping struktur yang
diduga chamber besar. Untuk diketahui, anomali magnetis
tinggi bisa berasosiasi dengan timbunan barang-barang
terbuat dari bahan metal atau logam.
Meski ada keyakinan masyarakat sekitar itu adalah kamar
harta karun yang dijaga ular besar, Danny menegaskan tak
ada logam mulia dalam konstruksi bangunan megalitikum
Gunung Padang. Lagi pula, mereka tak sedang berburu
harta karun. “Tim melakukan riset bukan untuk mencari
harta karun berupa logam mulia,” ujarnya.
Dari riset ini sepintas bisa dilihat manusia yang hidup di
zaman lampau itu adalah bangsa berperadaban maju.
Sebab, untuk membangun konstruksi situs megalitikum
serupa Gunung Padang, dibutuhkan kemampuan dan
pemahaman teknologi.
Saat pengeboran, tim menemukan material pasir halus di
kedalaman 4 meter. “Jangan-jangan ini bantalan untuk
menahan guncangan gempa. Diduga sudah ada
pengetahuan kegempaan di masa itu. Kalau terbukti benar,
itu luar biasa.”
Anggota tim lainnya, Dr Boediarto Ontowirjo mengatakan,
dari survei pencitraan bawah permukaan yang sudah
dilakukan, ada indikasi struktur bangunan tidak hanya
setinggi 15 meteran di bagian atasnya saja, tapi sampai
setinggi 100 meteran ke bawahnya, sampai level parkir-
pintu masuk. Atau bahkan sampai 300 meteran ke Level
Sungai Cimanggu.
“Ini memang masih perlu survei yang lebih komprehensif.
Tapi kalau ternyata hal ini benar, maka dia sesuatu yang
"truly extraordinary",” kata dia. Singkatnya, Situs Gunung
Padang ini bukan produk artefak dari masyarakat purba
yang masih primitif.
Ia adalah produk peradaban tinggi, mahakarya arsitektur
dari zaman pra-sejarah.
Temuan baru
Tiga lelaki berseragam coklat, topi rimba ala Indiana Jones
masuk ke kotak ekskavasi seluas 2,5 x 2,5 meter yang
dipagari tali kuning. Mereka giat menyingkirkan tanah
dengan sekop, menyikat batu dengan kuas, sambil sesekali
mengelap keringat di dahi.
Dipimpin arkeolog Dr Ali Akbar, tim itu mendapat temuan
baru. Salah satunya, batuan bersimbol garis dan
lengkungan saat melakukan ekskavasi di sisi timur, di
kedalaman 1,5 meter. “Asumsi sementara, batu bergaris
simetris tiga buah di lereng timur, sejajar teras ke dua,
adalah penanda arah masuk. Kami sedang lakukan
penelitian lebih dalam dan melibatkan ahli dalam tanda-
tanda purba ini untuk membacanya,” kata Ali Akbar.
Belum bisa dipastikan apakah ini pintu masuk ke bagian
teras atas atau ke bagian dalam chamber – yang ditemukan
para geolog. Mereka juga masih mencari bagian dari batu
melengkung yang ditemukan di lubang sejajar dengan teras
pertama di sebelah timur.
Tim itu juga menemukan struktur bangunan di barat dan
timur Gunung Padang yang tertutup tanah dan semak
belukar. Susunan batu di sisi timur berupa teras batu
(terasering), yakni sejenis konstruksi bangunan mencegah
longsor. Masing-masing teras umumnya memiliki ketinggian
2 meter dengan jarak antar teras juga sekitar 2 meter.
Panjang sisi miring terasering tersebut mencapai lebih dari
200 meter. Sedikitnya terdapat 100 tingkat. Mirip dengan
yang ada di Machu Picchu, Peru.
Selama ini, bangunan dianggap hanya terdapat di sisi utara
sampai selatan. Ternyata kini ia mempunyai sisi timur dan
barat. Menurut Ali, luasnya minimal 15 hektar. “Kalau
dibandingkan Borobudur yang luasnya 1,5 hektar jadi 10 kali
lipat. Kemegahannya belum kelihatan karena tertutup
semak belukar,” kata dia. “Kalau kita buka ini megah sekali.”
Ali menambahkan, ekskavasi Gunung Padang bakal makan
waktu lama. Pelan-pelan, sedikit demi sedikit lapisan tanah
disingkap, agar batu yang ada tak bergeser. “Kami harapkan
ini bisa ditindaklanjuti oleh para pemangku kepentingan.
Bisa dibayangkan, saat Borobudur ditemukan kondisinya
sama, tertutup tanah, ditumbuhi pohon-pohon. Butuh
puluhan tahun untuk membukanya, lalu dipugar, dan baru
bisa dinikmati.”
Itu kerja besar yang melibatkan berbagai disiplin ilmu.
Kecanggihan teknologi memudahkan pengungkapan. “Mulai
15 Mei hasil yang diperoleh sudah banyak,” kata Ali Akbar.
Tempat sakral
Warga di sekitar Gunung Padang mengkeramatkan situs ini.
Mereka menganggap lokasi Raja Sunda, Prabu Siliwangi yang
gagal membangun istananya dalam semalam. NJ Krom,
arkeolog Belanda, itu bahkan menduganya sebagai kuburan.
Sementara, pakar lain menyebut itu lokasi pemujaan
masyarakat purba, ditandai adanya batu yang mengeluarkan
suara musik. Dan arahnya ke Gunung Gede.
Ketua Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Jawa Barat, Dr. Pon
Purajatnika berpendapat, secara arsitektural, Gunung
Padang punya ruang makro dan mikro. “Ruang makro itu
lingkungan sekitar Gunung Padang, sedangkan ruang mikro
itu zona utama tempat Gunung Padang,” kata dia saat
dihubungi VIVAnews. Pon juga termasuk salah satu tim
peneliti Gunung Padang itu.
Zona utama, kata Pon, adalah tempat ritual keagamaan
berorientasi atau berkiblat ke Gunung Gede, yang berada di
sebelah utara Gunung Padang. “Tempat ini bukan tempat
sembarangan, karena sakral dan pusat peradaban,” ujarnya.
Zona utama itu sangat luas. “Secara arsitektur bangunan
Gunung Padang tidak mungkin untuk beberapa orang saja,
ini untuk sebuah komunitas yang besar, bisa ribuan orang,
kira-kira 1.500 orang,” kata dia. “Itu baru di puncaknya
belum di teraseringnya.”
Logika arsitektur manusia zaman dulu mencari tempat tinggi
untuk menyembah Tuhan. Kebetulan, di Jawa Barat
berlimpah gunung. Itu juga juga mendasari Pon membantah
dugaan struktur di Gunung Padang adalah sebuah istana.
“Itu bukan istana, ini punden berundak, tempat sakral untuk
ritual keagamaan,” kata dia.
Pon, yang membuat sketsa imajiner Gunung Padang,
menjelaskan, penggunaan ruang-ruang di permukaan
sangat beragam.” Secara umum di 5 teras ada pola ruang-
ruang. Teras 1 itu ruang untuk masyarakat dan untuk
sesaji,” jelas dia.
Teras dua, dia menambahkan, adalah tempat untuk
pemimpin umat, penasehat. “Di sini ada tempat duduk batu
bersila,” kata dia.
Sementara di teras 3 dan teras 4 yang menghadap barat,
untuk ritual malam. “Di ruangan di teras 5 ada tempat
duduk buat orang yang dianggap paling pintar. Ini
menghadap ke utara ke gunung Gede.” Sementara untuk
chamber yang ditemukan tim geologi, Pon menduga, itu bisa
jadi ruang penyimpanan alat. “Ada catatan khusus soal
struktur konstruksi yang tahan dari berbagai bencana,
sudah dipertimbangkan dari kedalaman 20 meter.”
Bangunan Gunung Padang, menurut Pon, tak mungkin
berdiri sendiri di tengah hutan belantara. “Di sekitar wilayah
itu kemungkinan ada pemukiman, pemakaman atau tempat
perburuan,” kata dia.
Pon juga terkesima oleh ukuran punden itu. Biasanya,
ukurannya 20 x 30 meter, atau lebih kecil. “Kalau punden ini
besar, luasnya bisa sekitar 75 hektar”, ujarnya. Sepanjang
pengetahuan Pon, jika tersingkap, Gunung Padang adalah
punden berundak terbesar di dunia.
Lalu, kapankah struktur bangunan itu bisa disingkap? Tentu,
itu tak bisa dilakukan dalam semalam. Struktur bangunan
saja, kata geolog Dr Ali Akbar, baru bisa disibak sekitar dua
tahun. “Ini berdasarkan pengalaman ekskavasi Angkor Wat
di Kamboja,” ujarnya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar