Senin, 23 April 2012

TSUNAMI

Tsunami
Untuk Tsunami sebagai lagu, lihat Tsunami (lagu) .
Tsunami ( bahasa Jepang : 津波; tsu = pelabuhan, nami =
gelombang, secara harafiah berarti "ombak besar di
pelabuhan") adalah perpindahan badan air yang disebabkan
oleh perubahan permukaan laut secara vertikal dengan tiba-
tiba. Perubahan permukaan laut tersebut bisa disebabkan
oleh gempa bumi yang berpusat di bawah laut, letusan
gunung berapi bawah laut, longsor bawah laut, atau atau
hantaman meteor di laut. Gelombang tsunami dapat
merambat ke segala arah. Tenaga yang dikandung dalam
gelombang tsunami adalah tetap terhadap fungsi ketinggian
dan kelajuannya. Di laut dalam, gelombang tsunami dapat
merambat dengan kecepatan 500-1000 km per jam. Setara
dengan kecepatan pesawat terbang. Ketinggian gelombang
di laut dalam hanya
sekitar 1 meter.
Dengan demikian,
laju gelombang tidak
terasa oleh kapal
yang sedang berada
di tengah laut. Ketika
mendekati pantai,
kecepatan
gelombang tsunami
menurun hingga
sekitar 30 km per
jam, namun ketinggiannya
sudah meningkat hingga
mencapai puluhan meter.
Hantaman gelombang
Tsunami bisa masuk hingga
puluhan kilometer dari bibir
pantai. Kerusakan dan
korban jiwa yang terjadi
karena Tsunami bisa
diakibatkan karena
hantaman air maupun
material yang terbawa oleh
aliran gelombang tsunami.
Dampak negatif yang diakibatkan tsunami adalah merusak apa saja yang dilaluinya. Bangunan,
tumbuh-tumbuhan, dan mengakibatkan korban jiwa manusia serta menyebabkan genangan,
pencemaran air asin lahan pertanian, tanah, dan air bersih.
Sejarawan Yunani bernama Thucydides merupakan orang pertama yang mengaitkan tsunami
dengan gempa bawah laut. Namun hingga abad ke-20, pengetahuan mengenai penyebab tsunami
masih sangat minim. Penelitian masih terus dilakukan untuk memahami penyebab tsunami.
geologi , geografi, dan oseanografi pada masa lalu menyebut tsunami sebagai "gelombang laut
seismik".
Beberapa kondisi meteorologis, seperti badai tropis, dapat menyebabkan gelombang badai yang
disebut sebagai meteor tsunami yang ketinggiannya beberapa meter di atas gelombang laut
normal. Ketika badai ini mencapai daratan, bentuknya bisa menyerupai tsunami, meski sebenarnya
bukan tsunami. Gelombangnya bisa menggenangi daratan. Gelombang badai ini pernah
menggenangi Burma (Myanmar) pada Mei 2008.
Wilayah di sekeliling Samudra Pasifik memiliki Pacific Tsunami Warning Centre (PTWC) yang
mengeluarkan peringatan jika terdapat ancaman tsunami pada wilayah ini. Wilayah di sekeliling
Samudera Hindia sedang membangun Indian Ocean Tsunami Warning System (IOTWS) yang akan
berpusat di Indonesia.
Bukti-bukti historis menunjukkan bahwa megatsunami mungkin saja terjadi, yang menyebabkan
beberapa pulau dapat tenggelam
Terminologi
Kata tsunami berasal dari bahasa jepang, tsu berarti pelabuhan, dan nami berarti gelombang.
Tsunami sering terjadi Jepang. Sejarah Jepang mencatat setidaknya 196 tsunami telah terjadi.
Pada beberapa kesempatan, tsunami disamakan dengan gelombang pasang . Dalam tahun-tahun
terakhir, persepsi ini telah dinyatakan tidak sesuai lagi, terutama dalam komunitas peneliti, karena
gelombang pasang tidak ada hubungannya dengan tsunami. Persepsi ini dahulu populer karena
penampakan tsunami yang menyerupai gelombang pasang yang tinggi.
Tsunami dan gelombang pasang sama-sama menghasilkan gelombang air yang bergerak ke
daratan, namun dalam kejadian tsunami, gerakan gelombang jauh lebih besar dan lebih lama,
sehingga memberika kesan seperti gelombang pasang yang sangat tinggi. Meskipun pengartian
yang menyamakan dengan "pasang-surut" meliputi "kemiripan" atau "memiliki kesamaan karakter"
dengan gelombang pasang, pengertian ini tidak lagi tepat. Tsunami tidak hanya terbatas pada
pelabuhan. Karenanya para geologis dan oseanografis sangat tidak merekomendasikan untuk
menggunakan istilah ini.
Hanya ada beberapa bahasa lokal yang memiliki arti yang sama dengan gelombang merusak ini.
Aazhi Peralai dalam Bahasa Tamil , ië beuna atau alôn buluëk (menurut dialek) dalam Bahasa Aceh
adalah contohnya. Sebagai catatan, dalam bahasa Tagalog versi Austronesia, bahasa utama di
Filipina, alon berarti "gelombang". Di Pulau Simeulue, daerah pesisir barat Sumatra, Indonesia,
dalam Bahasa Defayan, smong berarti tsunami. Sementara dalam Bahasa Sigulai, emong berarti
tsunami.
Penyebab terjadinya tsunami
Tsunami dapat terjadi jika terjadi gangguan yang menyebabkan
perpindahan sejumlah besar air, seperti letusan gunung api ,
gempa bumi, longsor maupun meteor yang jatuh ke bumi.
Namun, 90% tsunami adalah akibat gempa bumi bawah laut.
Dalam rekaman sejarah beberapa tsunami diakibatkan oleh
gunung meletus, misalnya ketika meletusnya Gunung Krakatau .
Gerakan vertikal pada kerak bumi, dapat mengakibatkan dasar
laut naik atau turun secara tiba-tiba, yang mengakibatkan
gangguan keseimbangan air yang berada di atasnya. Hal ini
mengakibatkan terjadinya aliran energi air laut, yang ketika
sampai di pantai menjadi gelombang besar yang mengakibatkan
terjadinya tsunami.
Kecepatan gelombang tsunami tergantung pada kedalaman laut
di mana gelombang terjadi, dimana kecepatannya bisa
mencapai ratusan kilometer per jam. Bila tsunami mencapai
pantai, kecepatannya akan menjadi kurang lebih 50 km/jam dan
energinya sangat merusak daerah pantai yang dilaluinya. Di tengah laut tinggi gelombang tsunami
hanya beberapa cm hingga beberapa meter, namun saat mencapai pantai tinggi gelombangnya
bisa mencapai puluhan meter karena terjadi penumpukan masa air. Saat mencapai pantai tsunami
akan merayap masuk daratan jauh dari garis pantai dengan jangkauan mencapai beberapa ratus
meter bahkan bisa beberapa kilometer.
Gerakan vertikal ini dapat terjadi pada patahan bumi atau sesar . Gempa bumi juga banyak terjadi
di daerah subduksi, dimana lempeng samudera menelusup ke bawah lempeng benua.
Tanah longsor yang terjadi di dasar laut serta runtuhan gunung api juga dapat mengakibatkan
gangguan air laut yang dapat menghasilkan tsunami. Gempa yang menyebabkan gerakan tegak
lurus lapisan bumi. Akibatnya, dasar laut naik-turun secara tiba-tiba sehingga keseimbangan air
laut yang berada di atasnya terganggu. Demikian pula halnya dengan benda kosmis atau meteor
yang jatuh dari atas. Jika ukuran meteor atau longsor ini cukup besar, dapat terjadi megatsunami
yang tingginya mencapai ratusan meter.
Gempa yang menyebabkan tsunami
Gempa bumi yang berpusat di tengah laut dan dangkal (0 - 30 km)
Gempa bumi dengan kekuatan sekurang-kurangnya 6,5 Skala Richter
Gempa bumi dengan pola sesar naik atau sesar turun
Sistem Peringatan Dini
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Sistem peringatan tsunami
Banyak kota-kota di sekitar Pasifik, terutama di Jepang dan juga Hawaii , mempunyai sistem
peringatan tsunami dan prosedur evakuasi untuk menangani kejadian tsunami. Bencana tsunami
dapat diprediksi oleh berbagai institusi seismologi di berbagai penjuru dunia dan proses terjadinya
tsunami dapat dimonitor melalui perangkat yang ada di dasar atau permukaan laut yang
terhubung dengan satelit.
Perekam tekanan di dasar laut bersama-sama denganperangkat yang mengapung di laut buoy,
dapat digunakan untuk mendeteksi gelombang yang tidak dapat dilihat oleh pengamat manusia
pada laut dalam. Sistem sederhana yang pertama kali digunakan untuk memberikan peringatan
awal akan terjadinya tsunami pernah dicoba di Hawaii pada tahun 1920-an. Kemudian, sistem yang
lebih canggih dikembangkan lagi setelah terjadinya tsunami besar pada tanggal 1 April 1946 dan 23
Mei 1960. Amerika serikat membuat Pasific Tsunami Warning Center pada tahun 1949, dan
menghubungkannya ke jaringan data dan peringatan internasional pada tahun 1965.
Salah satu sistem untuk menyediakan peringatan dini tsunami, CREST Project, dipasang di pantai
Barat Amerika Serikat, Alaska, dan Hawai oleh USGS, NOAA, dan Pacific Northwest Seismograph
Network, serta oleh tiga jaringan seismik universitas.
Hingga kini, ilmu tentang tsunami sudah cukup berkembang, meskipun proses terjadinya masih
banyak yang belum diketahui dengan pasti. Episenter dari sebuah gempa bawah laut dan
kemungkinan kejadian tsunami dapat cepat dihitung. Pemodelan tsunami yang baik telah berhasil
memperkirakan seberapa besar tinggi gelombang tsunami di daerah sumber, kecepatan
penjalarannya dan waktu sampai di pantai, berapa ketinggian tsunami di pantai dan seberapa jauh
rendaman yang mungkin terjadi di daratan. Walaupun begitu, karena faktor alamiah, seperti
kompleksitas topografi dan batimetri sekitar pantai dan adanya corak ragam tutupan lahan (baik
tumbuhan, bangunan, dll), perkiraan waktu kedatangan tsunami, ketinggian dan jarak rendaman
tsunami masih belum bisa dimodelkan secara akurat.
Sistem Peringatan Dini Tsunami di Indonesia
Pemerintah Indonesia, dengan bantuan negara-negara donor, telah mengembangkan Sistem
Peringatan Dini Tsunami Indonesia (Indonesian Tsunami Early Warning System - InaTEWS). Sistem
ini berpusat pada Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG ) di Jakarta. Sistem ini
memungkinkan BMKG mengirimkan peringatan tsunami jika terjadi gempa yang berpotensi
mengakibatkan tsunami. Sistem yang ada sekarang ini sedang disempurnakan. Kedepannya,
sistem ini akan dapat mengeluarkan 3 tingkat peringatan, sesuai dengan hasil perhitungan Sistem
Pendukung Pengambilan Keputusan (Decision Support System - DSS).
Pengembangan Sistem Peringatan Dini Tsunami ini melibatkan banyak pihak, baik instansi
pemerintah pusat, pemerintah daerah, lembaga internasional, lembaga non-pemerintah.
Koordinator dari pihak Indonesia adalah Kementrian Negara Riset dan Teknologi (RISTEK).
Sedangkan instansi yang ditunjuk dan bertanggung jawab untuk mengeluarkan INFO GEMPA dan
PERINGATAN TSUNAMI adalah BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika). Sistem ini
didesain untuk dapat mengeluarkan peringatan tsunami dalam waktu paling lama 5 menit setelah
gempa terjadi.
Sistem Peringatan Dini memiliki 4 komponen: Pengetahuan mengenai Bahaya dan Resiko,
Peramalan, Peringatan, dan Reaksi.Observasi (Monitoring gempa dan permukaan laut), Integrasi
dan Diseminasi Informasi, Kesiapsiagaan.
Cara Kerja
Sebuah Sistem Peringatan Dini Tsunami adalah merupakan rangkaian sistem kerja yang rumit dan
melibatkan banyak pihak secara internasional, regional, nasional, daerah dan bermuara di
Masyarakat.
Apabila terjadi suatu Gempa, maka kejadian tersebut dicatat oleh alat Seismograf (pencatat
gempa). Informasi gempa (kekuatan, lokasi, waktu kejadian) dikirimkan melalui satelit ke BMKG
Jakarta. Selanjutnya BMG akan mengeluarkan INFO GEMPA yang disampaikan melalui peralatan
teknis secara simultan. Data gempa dimasukkan dalam DSS untuk memperhitungkan apakah
gempa tersebut berpotensi menimbulkan tsunami. Perhitungan dilakukan berdasarkan jutaan
skenario modelling yang sudah dibuat terlebih dahulu. Kemudian, BMKG dapat mengeluarkan
INFO PERINGATAN TSUNAMI. Data gempa ini juga akan diintegrasikan dengan data dari peralatan
sistem peringatan dini lainnya (GPS, BUOY, OBU, Tide Gauge) untuk memberikan konfirmasi
apakah gelombang tsunami benar-benar sudah terbentuk. Informasi ini juga diteruskan oleh
BMKG. BMKG menyampaikan info peringatan tsunami melalui beberapa institusi perantara, yang
meliputi (Pemerintah Daerah dan Media). Institusi perantara inilah yang meneruskan informasi
peringatan kepada masyarakat. BMKG juga menyampaikan info peringatan melalui SMS ke
pengguna ponsel yang sudah terdaftar dalam database BMKG. Cara penyampaian Info Gempa
tersebut untuk saat ini adalah melalui SMS, Facsimile, Telepon, Email, RANET (Radio Internet), FM
RDS (Radio yang mempunyai fasilitas RDS/Radio Data System) dan melalui Website BMG
(www.bmg.go.id).
Pengalaman serta banyak kejadian dilapangan membuktikan bahwa meskipun banyak peralatan
canggih yang digunakan, tetapi alat yang paling efektif hingga saat ini untuk Sistem Peringatan Dini
Tsunami adalah RADIO. Oleh sebab itu, kepada masyarakat yang tinggal didaerah rawan Tsunami
diminta untuk selalu siaga mempersiapkan RADIO FM untuk mendengarkan berita peringatan dini
Tsunami. Alat lainnya yang juga dikenal ampuh adalah Radio Komunikasi Antar Penduduk.
Organisasi yang mengurusnya adalah RAPI (Radio Antar Penduduk Indonesia). Mengapa Radio ?
jawabannya sederhana, karena ketika gempa seringkali mati lampu tidak ada listrik. Radio dapat
beroperasi dengan baterai. Selain itu karena ukurannya kecil, dapat dibawa-bawa (mobile). Radius
komunikasinyapun relatif cukup memadai.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar